Jumat, 17 April 2009

PENYAIR OMBAKDUREN

Sejak puisinya sering dimuat di www.ombakdurenew.blogspot.com Mas Sigit semakin rajin menulis. Target mas Sigit, puisinya harus mendunia. Suatu hari dia datang ke kantor Ombakduren Company membawa puisinya yang baru. Sesuai dengan protap ombakduren, puisi yang akan dimuat harus diseleksi mas Barkah terlebih dahulu. Dalam hal ini, mas Barkah berfungsi sebagai Redaktur Rubrik Puisi. "Ini bukan puisi " komentar mas Barkah setelah membacanya. "Ya, memang bukan " mas Sigit membenarkan. "Coba kamu baca yang ini " mas Barkah menyodorkan salah satunya. Mas Sigit pun membaca dengan suara lantang.


Makan kedondong jangan dibanting
Kalau dibanting pecah kulitnya
Rambut gondrong jangan digunting
kalau digunting kaga ada duitnya ......


"Itu kan pantun Betawi " komentar mas Barkah. "Emang iya " mas Sigit membenarkan. "Coba baca yang ini " mas Barkah menyodorkan kertas yang lain. Mas Sigit pun membaca dengan suara lantang.

Wonokromo akeh kora'e
Pasare digusur didadekno mall
Duh derek tambah soro ae
Polahe lengo tambah arang pol


"Itu kan pantun Jawa Timuran yang disebut Parikan " kata mas Barkah. "Emang iya ! Parikan itu pantun yang dinyanyikan .. " mas Sigit mejelaskan sebagai arek Suroboyo. "Coba dengar pantun yang kuciptakan 30 tahun lalu di Gondangdia " mas Barkah mengeluarkan secarik kertas dari dompetnya. "Pantun ini sudah kubacakan dalam Poetry Reading di New York, Paris, Tokyo, Bangkok, Singapore dan yang terdekat
kubacakan di Depok saat acara Tujubelasan " mas Barkah menjelaskan panjang lebar. Mas Sigit hanya bisa melongo mendengar kisah kehebatan mas Barkah. "Dengarkan dan simak baik-baik ..!" kemudian mas Barkah membacakan dengan suara lantang.

J
am papat setengah limo
Peline jengat turuke lungoooooo ...


Mas Sigit hanya bisa melongo ....

MUSTIKABIRU
The House of Blue Light
www.ombakdurenew.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar