Sabtu, 28 Maret 2009

Kepatuhan

Akhir-akhir ini hati mas Barkah semakin gundah. Ilmu Gaib maupun ilmu Katon sudah banyak yang dikuasainya. Tinggal satu yang sulit dipahaminya, keberadaan Tuhan Sang Maha Pelindung. Fenomena Sang Maha Pelindung sungguh tak terjangkau oleh pikirannya. Tetapi mas Barkah cukup mengerti. Bahwa Tuhan adalah pusat kepatuhan dan pengabdian. Karena Tuhan adalah hukum,
hukum yang senantiasa mengatur kehidupan semesta alam ini.
Ketika Situ Gintung menyemburkan airnya dan menyapu apa saja yang didepannya. Rumah mas Barkah pun ikut tergulung air bah. Mas Barkah berdiri di puncak buih air bah dan berteriak sekeras-kerasnya. Apabila langit terbelah,
dan patuh pada Tuhannya,
sudah semestinya langit pun patuh ......
Apabila bumi diratakan,
dan dilemparkan apa yang ada didalamnya dan menjadi kosong,
dan patuh pada Tuhannya,
sudah semestinya bumi pun patuh .......
Hai manusia,
Apakah engkau patuh pada Tuhanmu .... ?
Mas Barkah terus meluncur terbawa derasnya arus air. Dan berteriak sekeras-kerasnya. Aku bersumpah
Dengan teriknya matahari
Dengan cahaya merah diwaktu senja
Dengan malam dan apa yang diselubunginya
Dengan bulan apabila jadi purnama
Dengan hangatnya matahari diwaktu pagi
Aku akan patuh pada Tuhanku ............
.... Serosooooot gedebuuuck .... mas Barkah terlempar ke pintu akhirat. "Ngapain loe kesini .... ? " Ndang menghadang di depan pintu akhirat. Mas Barkah mengucek-ngucek matanya. "Loe enggak mimpi. Tadi itu puisinya Sigit Hardadi ... ?" tanya Ndang. "Bukan, begok ... ! Itu kan ayat suci Al Qur'an .. !" mas Barkah heran kok Ndang bisa dengar. "Kira'in puisinya Sigit yang ditulis di Facebook .." komentar Ndang sambil nyengir kuda. "Makanya belajar baca tulis ... !" kata mas Barkah kesal. "Ngentoot loe ... !" Tuiiiiiiiiiiiing .... Ndang menendang mas Barkah kembali ke bumi
Sersan Mustika Biru

The House of Blue Light

www.ombakdurenew.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar