Selasa, 19 Mei 2009

White Shoes & Couples Company“ MERAJUT SERPIHAN MUSIK MASA SILAM “

Oleh Denny Sakrie

Saya masih ingat kejadian dibulan Juli 2005, David Tarigan sahabat saya dari Aksara Record mengajak saya berkeliling Jakarta yang selalu didera macet,dengan mobilnya.Seperti biasa obrolan kita hanya berkisar di musik.Lalu David memperdengarkan sebuah CD.Mengalunlah sebuah musik pop dengan aksentuasi akustik.Nuansa masa silam kuat mencengkeram kuping saya.Aha….siapa ini ? sergah saya.David Tarigan hanya tersenyum.Harmoni ala Brill Building Pop yang mencuatkan Carole King atau Connie Francis di dasawarsa menjejal.Menyeruak pula atmosfer ala Burt Bacharach yang elegan dan classy.Entah kenapa walau baru mendengar saat itu,saya seperti bisa tergiring untuk menyenandungkannya.

Hmm…..sesaat benak saya seolah terjebak déjà vu.Sedikit mengemuka atmosfer Carpenters atau Sergio Mendes & Brasil 66.Namun perlahan saya berkesimpulan bahwa yang diputar David Tarigan adalah band sekarang yang memadukan serpihan-serpisahan musik masa lalu dalam visi masa kini.Ini gagasan cemerlang.Siapa ini ? Sambil menyungging senyum David Tarigan ,A & R Aksara Record,lalu menyebut nama White Shoes & Couples Company.Sebuah grup musik yang dibentuk dari komunitas Institut Kesenian Jakarta.Terdiri atas dua pasangan suami isteri dan sepasang kekasih.Awalnya,kata David, di tahun 2002 sepasang kekasih mahasiswa Seni Rupa IKJ Sari dan Rio bersama rekan sefakultasnya Saleh Husein membentuk sebuah grup musik.

Trio ini lalu mengajak sepasang suami isteri dari jurusan musik IKJ Ricky dan Mela.Gayung pun bersambut .Terakhir diperkuat drummer John Navid.Lalu mereka mentasbihkan diri menjadi White Shoes & Couples Company.Sebuah grup musik yang didukung pasangan-pasangan kekasih,mengingatkan saya pada ABBA atau Fleetwood Mac.Ini hal yang rentan untuk sebuah grup musik.Karena konflik yang lumrah terjadi pada sepasang kekasih bisa merembet ke urusan kreativitas bermusik.Lihatlah kehancuran ABBA,atau menurunnnya kualitas bermusik Fleetwood Mac.Namun untunglah White Shoes & Couples Company belum menjejakkan kaki di zona paling rawan yang menguji kekompakan sebuah grup musik.

Sebaliknya,White Shoes & Couples Company malah banyak memetik keberhasilan dalam perjalanan karir musiknya yang belum begitu panjang.Tanpa harus gembar-gembor meneriakkan “Go International”,White Shoes & Couples Company berhasil mencuri perhatian penggemar musik mancanegara.Terbukti di tahun 2006 kelompok sextet ini mendapat penghargaan dari majalah Rolling Stone Amerika yang memilih White Shoes & Ciuples Company sebagai salah satu dari 25 band terbaik yang tercerabut dari situs MySpace.

Situs musik sohor All Music Guide pun memilih mereka sebagai “25 Most Crushworthy Bands 0f 2006”.Bahkan perusahaan rekaman Minty Fresh milik Jim Powers yang berada di Chicago mengontrak White Shoes & Couples Company.Ini kebanggaan juga bagi kelompok yang mengaku banyak terpengaruh dengan soundtrack film Indonesia masa silam,karena di Minty Fresh bercokol nama nama sohor seperti The Cardigans,Tahiti’80,Liz Phair,Veruca Salt,Love Jones,The Waterboys,Mike Scott,Ivy maupun Drew Andrews.

Tak hanya itu,White Shoes & Couples Company pun diundang tampil dalam event indie paling bergengsi SXSW Music Festival di Austin,Texas dari tanggal 12 -16 Maret 2008.Diikuti sekitar 1500 performer dari seantero jagad.Nam nama tenar seperti R.E.M,The Raveonettes,Ice Cube,Moby,Yo La Tango,The Lemonheads,NOFX,Perry Farrell hingga Dolly Parton ikut menyemarakkan acara yang telah memasuki tahun penyelenggaraan yang ke 22.

Muhibah kedua White Shoes & Couples Company ke Amerika Serikat berlangsung pada 20 Oktober – 4 November 2008 dalam event “CMJ Music Marathon Festival 2008” yang berlangsung di New York dan Washington DC.

Sebuah maneuver musik go international yang sesungguhnya dan dilakukan tidak dalam keadaan gembar-gembor.Tanpa sensasi sama sekali.Toh khalayak mancanegaralah yang menilai secara obyektif.Walaupun tak semua lagu karya White Shoes bersemat lirik berbahasa Inggeris.Namun itu bukan kendala untuk menyimak alunan musik yang bergaung.Konteks bahasa menjadi nomor sekian. Notasi dan harmoni,itulah yang menyergap hati para penikmat musik sejati.
Dan,suara bening Sari tetap menggelayut di kuping saya :

We can use our brush
to paint the sky
with our favorite colours
I wish the we could touch the sky


Denny Sakrie,pengamat musik

Tulisan ini dimuat di majalah "Still Lovin' Youth " edisi April 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar