Senin, 25 Mei 2009

KRISIS EKONOMI vs PELUANG


"Krisis ekonomi dunia membuka peluang kemajuan " kata mas Barkah dalam suatu kesempatan Obrolan Warung Kopi Ombakduren. "Omong kosong sekaleeee ...!" cetus Malau dengan muka cembetut. "Krisis global membuat ekonomi kita bangkrut ... !" sahut mas Atmo. Hampir semua yang terlibat Obrolan saling sahut menyahut menyatakan tidak setuju dengan pendapat mas Barkah yang kontroversial. Mas Barkah meneruskan orasinya. Krisis ekonomi sudah pasti akan melahirkan kondisi kehidupan yang berkonotasi negatif tetapi tetap ada peluang positifnya. Tergantung bagaimana kita membaca dan mencermatinya. Krisis adalah bagian dari siklus kemajuan budaya manusia dari jaman ke jaman. Mengatasi krisis tergantung dari bagaimana menyikapinya. Pada hakikatnya Krisis akan memicu kreativitas manusia untuk menundukkan tantangan yang ditimbulkan oleh krisis itu sendiri. "Sok tau loe .... ! " celetuk Malau dengan sinis-sinis manis. Mas Barkah tidak peduli dengan complain teman-temannya, dia tetap meneruskan orasinya. Dalam catatan sejarah, sudah berulang kali krisis ekonomi melanda dunia baik yang bersifat global maupun yang bersifat regional. Jaman Pemerintahan Bung Karno, krisis ekonomi disikapi dengan motivasi yang diteriak kan sekeras-kerasnya oleh Bung Karno dalam setiap kesempatan. Kalau perlu kita makan batu ...! Begitu katanya. Kita lawan Neo Kolonialisme .... ! Kita ganyang Kapitalisme ... ! Kita keluar dari PBB ... ! Dan Indonesia pun keluar dari PBB pada tahun 1964. Bung Karno tidak takut pada negara besar seperti Amerika, Inggris, China, Jepang dllnya. Sejak Bung Karno tiada, semua Pemimpin bangsa Indonesia takut pada kemiskinan sehingga bergantung pada negara-negara kaya. Para Pemimpin kemudian membawa negara Indonesia menjadi negara pengemis yang gentayangan kesana-kemari dengan hutang yang setiap tahun harus dibayar 30 % dari APBN. Mereka menjual murah-murah kekayaan dan asset bangsa untuk berlagak sok kaya. Tahukah anda ? Dari sms saja Singapore mengeduk uang milliaran setiap hari melalui Singtel yang menguasai Telkomsel. Pemimpin bangsa Indonesia tidak pernah menyatukan fikiran dalam satu visi dalam membangun kehidupan bernegara. Negara dibuat tergantung pada tuan-tuan dan mister-mister pemilik modal. Dalam potret yang lebih kecil hal itu juga terjadi pada para kreator film. "Omong kosong ...! " teriak Malau yang berfikir kebarat-baratan "Mas Barkah benar ..." JDR mulai bijak. "Apanya yang benar ?" Erna bertanya bak seorang Pelokis. "Sebagai contoh kecil, ketika seorang Sutradara menemui seorang Produser Film, si Produser seolah punya indera keenam " JDR mulai berfatwa. "Ngarang loe ... !" celetuk Malau tapi komentar itu tidak dipedulikan JDR yang mulai bijak. "Produser seolah bisa melihat apakah si Sutradara lagi punya uang atau enggak. Jika enggak punya uang langsung ditekan habis-habisan dan ditawar semurah-murahnya ..." mungkin ini pengalaman JDR. "Terus gimana ?" German terheran-heran karena tidak pernah ngalami. "Menolak berarti tidak dapat kerja. ..." jawab JDR. "Kata si Produser, you kalau enggak mau, masih banyak Sutradara lain yang lebih murah dengan kerja lebih cepat. You harus faham, sekarang lagi krisis ekonomi.
Next production lah kita bayar lebih bagus
... " JDR meneruskan ceritanya.
"Seperti dongeng di alam gaib ..." Malau nyengir-nyengir kuda. "Oke teman-teman ... ! Mari kita satukan fikiran dalam visi yang sama dan berdoalah pada Tuhan minta perlindungan Nya ..." mas Ridho menutup obrolan Warung Kopi Ombakduren. Ngarang loe ..... ! Apa solusinya .... ! teriak Ndang dari langit.

Mustikabiru
The House of Blue Light
www.ombakdurenew.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar