Rabu, 10 Juni 2009

dua menjadi satu




"Hard Competency, Soft Competency, maksud loe apa ?" tanya Malau gak paham. Mas Barkah menjelaskan bahwa Hard Competency adalah ketrampilan untuk hidup sedangkan Soft Competency adalah kemampuan menjawab tantangan hidup.
"Ngarang .... !" Malau tanya tapi enggak percaya pada jawaban.

Bisa juga dipahami bahwa ketrampilan adalah kemampuan yang bersifat teknis dan menjawab tantangan adalah kecerdasan. Semua orang pasti memiliki kedua hal tersebut. Yang membedakan adalah kapasitas dan pengalamannya. Dalam dunia kerja, Hard Competency memberikan kontribusi 30% pada keberhasilan seseorang. Sedangkan Soft Competency memberikan kontribusi 70%. Hard competency diberikan oleh sekolah dalam bentuk ilmu seperti Ilmu Film Film, Ilmu Acting, Ilmu Kedokteran dsbnya. Soft Competency yang harusnya masuk sebagai bagian dari strategi pendidikan, sejak tahun 1977 disapu oleh Pemerintah pada era Menndiknas dijabat oleh Daud Yusuf melalui program NKK/BKK. Sukses program tersebut membuat mahasiswa menjadi tidak kritis. Dan muaranya, sebagai tenaga kerja menjadi tidak kompetitif. Tidak semua memang, tapi indikatornya bisa dilihat dari banyaknya ekspatriat dalam berbagai lini kerja yang merajalela di Indonesia. Setelah tahun 1998, keadaan mulai berubah dipicu dengan adanya reformasi. Kondisi ini membuat strata bawah menggoyang strata atas. Gelombang baru tenaga kerja yang lebih cerdas kemudian menggoyang establishment generasi sebelumnya. Antara lain timbul istilah gaptek dsbnya. Begitu pun yang terjadi dalam dunia kerja film, generasi lebih muda menjungkirbalikan seniornya.
"Ngarang sejadi-jadinya .... !" setiap mas Barkah ngomong ini-itu, Malau memang selalu memposisikan diri sebagai oposan.
"Emang guwa ngarang .... !" jawab mas Barkah santai.

Dalam segala hal, oposisi dibutuhkan untuk menghindari adanya kemutlakan atau kebenaran sepihak. Seperti halnya energi listrik, ada pertemuan dua unsur negative/positive untuk menjadikan energi tersebut menjadi daya penerang atau penggerak. Jika kita mengurai kehidupan manusia sehari-hari, dinamika terjadi karena adanya serba dua. Laki-laki bertemu perempuan maka terjadilah anak. Pandai ketemu bodoh, terjadilah kesenjangan hidup. Buruk ketemu baik, terjadilah konflik. Entah itu soft conflict atau hard conflik. Semua itu tidak bisa dihindari atau diseterilkan. Yang dibutuhkan adalah keseimbangan dan kemitraan. Untuk mendapatkan itu dibutuhkan adanya sifat bijak atau Wisdom. Sifat ini adalah anugerah Tuhan pada setiap manusia. "Udah deh ! Enggak perlu istilah aneh-aneh ..." Malau bete. Dalam hubungan manusia dengan Tuhan, serba dua tidak dibutuhkan. Mengapa ? Karena yang dibutuhkan adalah kemutlakan dengan absurbditas tinggi. Ketuhanan dipahami bukan melalui keilmuan tapi melalui pemahaman dan keyakinan. Dalam perspektif Islam, pemahaman Ketuhanan terbentuk melalui keseimbangan Akidah, Syari'ah dan Achlak. Semakin tinggi tingkat keseimbangan seseorang, dia akan semakin memahami hubungannya dengan Tuhan. "Ngarang loe ..... !" teriak Malau dan mbak Anti bak Vocal Group. "Santai man. Sabaaar ... !" jawab mas Barkah dengan bijak. Orang sabar pantatnya lebar ........ ! Teriak mas Ridho dari jauh.

Mustikabiru
The House of Blue Light
www.ombakdurenew.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar