Senin, 31 Agustus 2009

RUU PER FILM AN DUREN MONTHONG


Mari kita baca dengan seksama draft RUU Perfilman. Kita tidak perlu antipati, pelajari dan sampaikan pendapat anda melalui milis ini. Saya akan membaca dengan jernih sehingga flek atau noda RUU ini bisa tampak Saya hanya mencoba mengulas satu atau dua hal saja. PERTAMA , mari baca BAB III Pasal 5 dan Pasal 6. Pasal 5 menjamin kebebasan berkreasi, berinovasi dan berkarya tapi ....... (baca sendiri) Tapi dalam Pasal 6, Film dilarang ini dan itu serta bla .. bla ... bla .... Pasal 6 berisi 6 macam larangan yang multi interpretatif dengan parameter yang tidak jelas. Larangan-larangan itu sebenarnya sudah diatur dalam Undang Undang yang lain. Membuat RUU sebaiknya nengok kanan-kiri supaya tidak overlap dengan UU yang lain. Membuat larangan ini dan itu memang tidak dilarang. Yang penting parameternya jelas dan terukur .... Jangan membikin Undang-Undang yang multi tafsir. JOHN RICKY MALAU Biarin aja ... !!!
Suka-sukanya DPR aja ....!!!
JOHN DE RANTAU Enggak bisa dong .... !!!
Undang-Undang dibuat untuk mengatur hidup bernegara dan berbangsa.
UU Perfilman dibuat untuk mengatur perfilman dalam konteks bernegara dan berbangsa.
KEDUA, dari 83 Pasal RUU, yang menyentuh Pendidikan Film hanya termuat dalam sub ayat dalam BAB VII Pasal 62. Lengkapnya sebagai berikut : (!) Masyarakat dapat berperan serta dalam penyelenggaraan perfilm. (2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (!) dapat dilakukan dalam bentuk : a. Bla .... bla .... bla ... b. Pembentukan Lembaga Pendidikan Perfilman c. dstnya ..... s/d i ( baca sendiri ) Dalam pasal ini secara gamblang berkonotasi bahwa urusan Pendidikan FILM BUKAN URUSAN PEMERINTAH tapi urusan masyarakat. Entah masyarakat mana yang dimaksud. JOHN RICKY MALAU Gila aja .... !!!! JOHN DE RANTAU Jo'iii ... pantes aja gila ,,, !!!!
Pendidikan enggak ada duitnya.
Enggak perlu diurusin ,,, !!!
KETIGA, dalam Pasal 48 dan 49 dijabarkan hak dan kewajiban insan perfilman sebanyak 13 ayat.
Insan perfilman akan terlindungi tapi akan bertolak belakang dengan kenyataannya.
Entah bagaimana caranya untuk menegakkan pasal ini.
Entah mengapa RUU Perfilman menyebut insan perfilman bukan Pekerja Film. BAB IX Standar Kompetensi dan Sertifikasi Bab ini maksudnya sudah benar. Tinggal dipertajam supaya lebih fokus. JOHN RICKY MALAU Ada juga pasal-pasal yang oke ... !!!
JOHN DE RANTAU Jo'iii ... !!! KEEMPAT, hal yang sangat mengganjal dalam RUU ini adalah terlalu banyaknya kewenangan yang diberikan kepada Menteri. Pasti maksudnya Menteri Kebudayaan dan Pariwisata. Dikit-dikit, ini dan itu akan diatur oleh Keputusan Menteri. Dunia film akan terbalik, pak Menteri yang akan mengatur Undang-Undang Perfilman bukan UU yang mengatur. Perspektif ini akan membuka peluang masuknya berbagai kepentingan melalui Keputusan Menteri padahal Perfilman di Indonesia hanya diurus oleh pejabat setingkat Direktur.
Makanya dalam UU Perfilman, dikit-dikit harus ijin pak Menteri .....
Benar seperti apa yang dikatakan pak Gerzon. Kata Pak Menteri dengan logat Bali ..., di Bali banyak turis !!! JOHN RICKY MALAU Kata pak Mentri, semua sudah sesuai dengan arahan bapak Presiden ... !!!
JOHN DE RANTAU Jo'iiii ..... !!! SELAMAT BERBUKA PUASA .... !!! Pak Menteri makan duren Monthong. Selamat makan duren, kata mas Onggo.
Mustikabiru
The House of Blue Light
www.ombakdurenew.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar